Steven Gerrard Bangkit Lagi
Saya sebenarnya sudah menulis ini beberapa saat sebelum pertandingan Fulham. Saya awalnya ingin mengkritisi Steven Gerrard yang musim ini bermain di bawah standar bermainnya. Tetapi yang terjadi saya dibungkam oleh performa apiknya mengkomando lini tengah seperti jendral lapangan yang memang kodratnya bermain seperti itu. Setelah dibungkam dengan tidak hormat seperti itu, saya menulis ulang tulisan saya sebelumnya.
Steven Gerrard pada masa keemasannya adalah pemain tengah bertenaga kuda, bermain sebagai box-to-box midfielder tanpa kenal lelah, belum lagi tekelnya yang terkenal mematikan itu. Pada masa keemasannya, ia adalah salah satu gelandang terbaik di Inggris maupun di dunia. Zidane mengakuinya, Thierry Henry mengakuinya, banyak pemain kelas dunia lain yang mengakuinya. Bukan hanya pemain yang sudah hebat, pemain muda yang baru muncul pun mengamininya bahwa Gerrard adalah panutan mereka dalam bermain sepakbola. Wilshere dan Marchisio salah duanya.
Tapi…
Hidup selalu ada kata ‘tapi’, semua perkara selalu ada kata ‘tapi’. Seperti Liverpool yang dulunya berjaya di Inggris dan Eropa, tapi sekarang… ah, sudahlah, tak tega melanjutkannya.
Steven Gerrard musim ini bermain seperti kehabisan bensin, entah itu perkara umur, atau gaya permainannya yang tak cocok dengan gaya permainan yang diinginkan Brendan Rodgers. Umurnya sudah tak bisa dibilang muda lagi, umurnya membatasinya bermain dengan gaya bermainnya yang dulu; lari tanpa akhir di lapangan dan menendang bola sekencang-kencangnya meninggalkan kiper yang melongo seperti si kelinci ketika ia tahu disalip si kura-kura yang memenangkan lomba lari. Gaya bermainnya tak pernah cocok dengan gaya bermain Brendan Rodgers, chant untuknya membuktikannya, baris ‘He pass the ball 40 yards’, sudah menunjukkan dengan jelas ia tak nyaman bermain umpan-umpan pendek dan lebih senang dengan suka cita menendang bola jauh ke depan ke arah siapa saja.
Penurunan kekuatannya dalam bermain karena dibatasi umur terlihat jelas musim ini di mana ia sering dimainkan lebih dalam dari biasanya. Ketika Lucas cedera, ia bermain sejajar dengan Allen di belakang Shelvey atau Suso. Efektif? Menurut saya tidak, Gerrard selalu tergoda untuk menendang jauh ke depan daripada bermain pelan mengatur tempo. Belum lagi bila kita diserang balik, yang Gerrard lakukan biasanya hanya berlari kecil tanpa berusaha mengejar bola, meninggalkan Allen sendirian menjalankan tugasnya sendirian sebagai gelandang bertahan.
Walaupun menurut statistik ia merupakan pemain kedua terbaik dalam mengkreasi peluang, saya tak pernah melihatnya bermain bagus sebelum bermain melawan Fulham. Saya selalu menggerutu ketika ia menendang bola jauh ke depan. Tak jarang saya menyalahkannya ketika Liverpool kalah, yang biasanya langsung disanggah para fans yang menganggap Gerrard seperti nabi yang tak tersentuh kesalahan manusiawi.
Permainannya membaik ketika Lucas pulih dari cedera, ia lebih leluasa mengontrol lini tengah tanpa harus mengkhawatirkan kehilangan bola. Apa yang dilakukan Lucas terhadap permainan Liverpool memang luar biasa, ia meng-cover kerja fullbacks, membantu pertahanan, juga memberikan keleluasaan lebih terhadap pemain tengah yang bermain dengannya. Tanpa harus mengkhawatirkan kehilangan bola, Gerrard bermain sedikit lebih maju di depan lebih dekat ke front three, di mana ia tak harus banyak melakukan Hollywood pass untuk menemukan rekannya yang bermain di baris depan.
Menurut saya, permainannya melawan Fulham merupakan penampilannya yang terbaik musim ini, tanpa satu gol dan satu assist-nya pun, dia sudah terlihat bermain sangat baik. Bila saja Downing tak menakut-nakuti umat manusia yang seketika beranggapan ramalan suku Maya telat sehari, Gerrard pantas diganjar sebagai man of the match pertandingan malam itu.
Sumber :
- Link