KEEP THE FEET ON THE GROUND
Belum genap
seminggu euforia kita atas kemenangan mutlak 4-0 atas Fulham di Anfield, yang
disebut-sebut sebagai “The Best performance so far” musim ini. Diutuslah Stoke City untuk mengembalikan
kedua kaki kita ke bumi.
Performa gahar
LFC ketika melumat The Cottagers seakan lenyap tak berbekas ketika bertandang
ke Britannia Stadium,markas tim yang katanya “tidak sungguh-sungguh” dalam
memainkan sepakbola. 90 menit penuh kita didominasi oleh publik tuan
rumah(meski tidak secara ball possesion ),pertahanan kita amburadul dan tak
terkordinasi dengan baik,serta taktik permainan negatif serta kasar dari lawan
yang acap kali membuat kita menggerutu sebal dan juga berefek pada kondisi
emosi pemain dilapangan. The Longest 90 Minutes alias 90 menit terpanjang yang
sering dijanjikan Brendan Rodgers terhadap tim rival menjadi senjata makan
tuan.
Saat itulah,kita mulai diingatkan dan disadarkan. Mengenai Siapa kita dan
dimanakah posisi kita. Kitalah LFC,tim yang tengah mencari jati diri untuk
kembali naik ke peta persaingan bersama tim-tim besar lain. Gengsi kita masih
terlalu besar untuk menerima cap sebagai tim papan tengah.Namun jujur dilihat
dari pencapaian kita belakangan ini, mungkinkah kita masih bisa digolongkan
sebagai tim besar?
KONTRAS, kebahagiaan ketika melumat Fulham tidak
berbanding lurus dengan pencapaian di Britannia markas Stoke City.
Kebahagiaan yang hanya berumur tidak genap seminggu lamanya.
Saya bukannya
sinis tapi jikalau kita masih ingin dicap sebagai “tim elit”, bersikaplah
sebagaimana tim elit juga. Salah satu nya dengan menjaga konsistensi permainan.
Ya, performa kita naik turun bak Yoyo. Melepas mental medioker dengan menjaga
konsistensi dalam setiap pertandingan adalah kunci bagi tim supaya bisa
bersaing kembali ke papan atas.
PR mengenai
pertahanan juga masih menumpuk. Kelemahan tim dalam finishing di depan gawang
rupanya dibarengi oleh buruknya koordinasi pertahanan. Hal tersebut
mengingatkan saya pada permainan “getok musang” yang biasa anda temui di pasar malam
ataupun di arena bermain di mall.
Dikala kita
menemukan satu musang pada suatu lubang tertentu,kita cenderung akan fokus
kepada lubang tersebut ataupun lubang di dekatnya. Tanpa mempedulikan bahwa
musang-musang tersebut bisa keluar dari lubang mana saja tanpa kita ketahui.
Sama seperti tim
ini, di kala kekurangan dalam hal mencetak gol dan finishing tengah mencoba
fokus untuk memperbaikinya, masalah
pertahanan pun ikut-ikutan datang dan menambah problematika yang dihadapi oleh
tim. Memang kedengarannya cukup kejam dan brutal bagaimana masalah yang
melibatkan dua hal pokok dalam sepakbola datang dalam satu waktu bersamaan.
Bicara mengenai
pola/formasi dan gaya permainan. Saya masih merasa belum cukup ilmu untuk bisa
menggurui sang empunya taktik,Rodgers. Tapi saya menilai bahwa pola 4-3-3 yang
sering diterapkan Rodgers memiliki
banyak titik lemah. Salah satunya pada saat diserang balik.
Berbagai varian
gaya permainan seperti “British
Tiki-Taka” , “Death By Football” , “Pass and Move” dsb memang tidak terlalu
buruk IMO. Namun juga terkadang itu tidak selalu berhasil. Direct Football?
Saya tidak terlalu yakin Rodgers akan tertarik mencobanya. Walau gaya tersebut
sudah cukup dikenal oleh pemain dan cocok dalam iklim sepakbola di Inggris.
Apakah Rodgers memiliki
obsesi gelap terhadap Barcelona dan gaya permainan mereka? Jika iya agaknya
beliau harus segera melupakannya dan mulai bersikap jujur terhadap diri sendiri
dan tim yang ia nahkodai. Liverpool
adalah Liverpool,dan Barca adalah Barca. Kedua tim berbeda yang sama sekali
tidak bisa diprogram untuk saling meniru satu sama lain.
Tanggung jawab
besar ada di pundak sang manajer. Pengharapan setinggi langit untuk melihat si
Merah berjaya kembali ada di tangannya pula.
Saya tidak
menyuruh anda untuk menyerukan kalimat kampanye seperti “In Rodgers We Trust”
atau “One Brendan Rodgers,There’s only one Brendan Rodgers”.
Saya hanya ingin
semua bersabar,karena perubahan tidak datang dengan sekali-dua kali kedipan
mata. Give him time and he’ll turn things around. And hope we could keep our feet to the ground
first before we’ll fly to the higher place